smakcygowa.id – Performa Ajax Amsterdam di Liga Champions 2018/19 jadi heboh. Tidak kalah atas Bayern Muenchen di babak group, Ajax dengan berurut singkirkan Real Madrid dan Juventus untuk melesat ke semi-final. Mereka sekarang beberapa langkah lebih dekat ke final sesudah pada putaran pertama semi-final menantang Tottenham sanggup menang 0-1 walau main di kandang Spurs.
Ajax sekarang ini ditempati oleh beberapa pemain muda prospektif. Karena polesan Erik Ten Hag ( Frank de Boer) beberapa pemain muda itu sanggup mainkan sepakbola serang yang cantik untuk mengalahkan beberapa lawannya. Harus dipahami, Ajax sedang jadi puncak klassemen Eredivisie bersama PSV Eindhoven (point sama) dengan 2 pertandingan sisa.
Musim ini, Ajax memanglah lebih serius perkuat team dibandingkan beberapa musim sebelumnya. Mereka datangkan Daley Blind, Dusan Tadic, Hassane Bande, Zakaria Labyad, dan Lisandro Magallan. Menurut Transfermarkt keseluruhan pembelanjaan mereka capai 50,65 juta euro. Jumlah itu adalah rekor pengeluaran paling besar Ajax sepanjang sejarah.
Saat cukup mengambil kantong dalam untuk mengambil pemain baru, musim ini Ajax kurang memperoleh penghasilan dari pemain yang dipasarkan. Salah satu transfer memberikan keuntungan Ajax hanya pemasaran Justin Kluivert ke AS Roma yang berharga 17,25 juta euro. Deyovaisio Zeefuik dilego ke Groningen dengan biaya cuma 300 ribu euro. Empat pemain lain (Mitchell Dijks, Amin Younes, Nick Viergever, dan Norbert Alblas) dilepaskan tanpa biaya transfer. Keseluruhan penghasilan ini adalah yang paling rendah dalam tiga musim akhir.
Pemain berpotensi dipasarkan ke club lain adalah hal wajar untuk Ajax. Pemain prospektif di Ajax memang seakan tinggal menanti waktu untuk dibawa club lain. Hal tersebut telah jadi filosofi mereka: memperoleh dan membuat pemain luar biasa.
Dua legenda sepakbola Belanda, Marc Overmars dan Edwin van der Sar, yang sekarang memegang Direktur Sepakbola dan CEO Ajax mengaku hal tersebut. Mereka buka pintu dengan lebar-lebarnya bagi beberapa pemain didikan Ajax meniti karier di kesebelasan lain untuk capai keberhasilan lebih besar.
“Marc dan saya sebelumnya pernah menjadi pemain,” kata Van der Sar pada Guardian. “Di titik tertentu kami tinggalkan sarang untuk rintangan lain dan kami mengetahui itu tentu terjadi. Itu tidak menjadi permasalahan sepanjang mereka [pemain muda Ajax] bermain dua, tiga, atau 4 tahun untuk club, memenangkan liga dan mainkan sepakbola luar biasa. Kemudian mereka bisa pergi.”
Baca Juga : 5 Trio Paling Mengerikan Dalam Sejarah Sepakbola
Untuk pemain muda dari sekolah tinggi punyai ruangan yang lebih lebar untuk main di team khusus. Bila kamu tidak punyai ruangan karena itu karena itu bakat mereka akan tercekik,” tambahnya.
Beberapa pemain Ajax sekarang ini juga telah disiapkan Van der Sar untuk keluar. Van der Sar menceritakan, André Onana, Matthijs De Ligt, Donny van de Beek, Frenkie de Jong, Justin Kluivert, Kasper Dolberg dan David Neres sebelumnya pernah dihimpun untuk sebuah tatap muka. Mereka dipertunjukkan video mereka sendiri yang selanjutnya dibanding video beberapa bekas pemain Ajax sama sesuai posisi mereka masing-masing.
“Kami katakan dari mereka: `kalau kamu ingin menjadi legenda Ajax seperti mereka, kamu harus memperoleh suatu hal yang besar`. Di mataku, hal tersebut benar-benar memberikan inspirasi,” tutur mantan penjaga gawang Manchester United dan Juventus itu.
Kluivert pilih keluar lebih awal. Musim depan, Frenkie de Jong telah ditegaskan gabung ke Barcelona. Musim panas kelak, beberapa pemain lain nampaknya akan susul. Apa lagi pembelian Tadic dan Blind adalah taktik management Ajax untuk memberi pengalaman pada scuad Ajax musim ini hingga beberapa pemain muda dapat semakin jauh masak saat bermain.
Pergi Satu, Tumbuh Seribu
Real Madrid kehilangan Cristiano Ronaldo, Madrid langsung tidak bertaring. AC Milan mengawali babak medioker mereka sesudah kehilangan Zlatan Ibrahimovic dan Thiago Silva. Tetapi untuk Ajax, kehilangan pemain penting seperti De Jong tidak bisa menjadi musibah besar.
Sama seperti yang diujarkan Van der Sar, akan datang peristiwa di mana pemain terbaik Ajax untuk keluar. Ronald Koeman pilih pindah ke pesaing, PSV Eindhoven, pada 1986/87. Frank Rijkaard tinggalkan team sesudah bermain lebih dari 200 laga, di mana selanjutnya dia berkilau bersama AC Milan. Jalan yang masih sama diputuskan Dennis Bergkamp, Clarence Seedorf, Edgar Davids, Patrick Kluivert, De Boer bersaudara, Christian Chivu, Zlatan Ibrahimovic, Rafael van der Vaart, dan Wesley Sneijder.
Dalam sepuluh tahun akhir, jalan ini diputuskan oleh Thomas Vermaelen, Luis Suarez, Jan Vertonghen, Christian Eriksen, Maarten Stekelenburg, Toby Alderweireld, Daley Blind, Jasper Cillessen, Arkadiusz Punya, Davy Klaassen dan Davinson Sanchez. Walau sebenarnya bila dihimpun, beberapa pemain ini akan membuat Ajax memiliki scuad yang eksklusif.
Tetapi Ajax memang punyai stock pemain berpotensi. Pergi satu, tumbuh seribu. Ajax dapat membuat pemain prospektif dari binaan sekolah tinggi sendiri atau memperoleh pemain berpotensi yang diambil pada berusia muda untuk dipulas kekuatannya.
Saat Ajax memperoleh beberapa puluh juta euro dari pemasaran pemain, mereka bukanlah beli pemain baru yang sebesar dengan pemain dipasarkan, tetapi terus menginvestasikan penghasilan mereka pada peningkatan infrastruktur club dan sekolah tinggi. Misalkan, walau telah dikenali pemilik sekolah tinggi terbaik, pada 2015 mereka mengeluarkan School van de Toekomst alias “Sekolah untuk Saat Depan” yang disebut sekolah konservatif yang kurikulumnya dipadankan kurikulum olahraga dan sepakbola. Kedatangan sekolah ini diharap dapat, selainnya tingkatkan kemampuan beberapa pemainnya, tingkatkan standard pendidikan beberapa pemainnya. https://smakcygowa.id/
Berdasar laporan ESPN, sekolah ini diperkirakan akan memiliki 17 lapangan dengan sarananya yang tetap diperbaharui. Di tempat ini juga ada stadion memiliki 3 ribu pemirsa tempat Jong Ajax dan Ajax U19 berlaga. Sekolah ini ditujukan beberapa pemain berumur di bawah delapan tahun sampai 19 tahun. Agendanya sendiri sesuaikan dengan 7 sesion latihan satu minggu sekali dan satu laga pada Sabtu.
Akademi Sepakbola Ajax Sukses Lahirkan Pemain Berbakat
Sekolah untuk Saat Depan ini memperbaiki kurikulum dan filosofi yang sejauh ini digenggam tegar oleh Ajax. Semenjak umur dini mereka ditegaskan akan bermain dalam dua bentuk skema dasar 4-3-3. Kiper mulai dibiasakan memberi umpan pada bek tengah atau bek sayap. Dari bek disambungkan melalui pemain tengah atau striker sayap melalui operan terobosan. Sementara striker dibiasakan bergerak untuk mengusik bentuk pertahanan musuh. Bila mereka kehilangan bola, mereka telah dibiasakan untuk mengambilnya lagi dalam tempo kurang dari 3 detik. Bila tidak berhasil, atau gol terbentuk, mekanisme ini diulang lagi dari sejak awalnya.
Mencuplik dari Ajax Online Academy, ada empat hal yang diprioritaskan dalam peningkatan beberapa pemain sekolah tinggi Ajax, yang dikenali panggilan TIPS: Technique, Insight, Personality and Speed. Disamping itu, tiap latihan juga selalu memiliki 8 bahan khusus yaitu: 1) latihan kordinasi, 2) menyepak, mengoperkan dan lemparan ke, 3) gerakan untuk melalui musuh, 4) tandukan, 5) penuntasan akhir, 6) position play, 7) position games play, 8) Small sided game
“Ini adalah bentuk satu club dengan 1 filosofi, dan kami menambah `satu kota`. Amsterdam ialah kota yang bebas; kebebasan bicara, kebebasan saat memutuskan yang berbuntut pada kreasi, beberapa orang dengan pertimbangan terbuka,” tutur Kepala Penerimaan Team Muda Ajax, Casimir Westerveld.
“Tersebut yang selanjutnya kamu akan saksikan dari permainan kami, dari filosofi kami. Kreasinya, sepakbola serangnya, dan itu filosofi dari style permainan kami. Kami harus juga meningkatkan pribadi tiap pemain agar mereka dapat mengambil langkah ke team khusus. Kami kerap memakai pemain sekolah tinggi kami tidak untuk cari kemenangan, tetapi untuk meningkatkan semakin banyak pribadi sebanyak-banyaknya,” ikat pelatih yang telah di Ajax semenjak 2007 itu.
Pemain dari sekolah tinggi Ajax sendiri sebagian besar ialah mereka yang punyai talenta prospektif. Tiap tahunnya, Ajax melangsungkan Talenta Days di mana beberapa anak berumur 8-12 tahun akan disaring untuk masuk sekolah tinggi Ajax.
Untuk memperoleh pemain berpotensi di luar sekolah tinggi, Ajax punyai delapan pemandu talenta (full time scouts). Empat pemandu talenta bekerja di Belanda untuk cari pemain yang dapat tembus scuad khusus, sedangkan empat pemandu talenta lain di luar Belanda untuk cari pemuda prospektif.
Ke-8 pemandu talenta ini punyai 90 sukarelawan di beberapa negara untuk memberi laporan beberapa pemain yang masuk ke pengamatan. Ke-90 orang itu sebagian besar ketahui filosofi Ajax, karena beberapa dari mereka sebelumnya pernah bermain untuk Ajax atau sudah mengetahui bagaimana mekanisme penerimaan pemain Ajax.
Saat menyebarkan filosofi club, Ajax mengaryakan banyak bekas pemain Ajax tersebut. Selainnya Van der Sar dan Overmars, ada Michael Reiziger dan John Heitinga yang bekerja sebagai pelatih Jong Ajax dan pelatih U-19. Aron Winter dan Richard Witschge yang sekarang menjadi pendamping pelatih Erik Ten Hag adalah lulusan sekolah tinggi Ajax pada 1980an. Wim Jonk yang dulu pernah bermain untuk Ajax, semenjak 2008 menjadi satu diantara pelatih sekolah tinggi (sekarang memegang kepala sekolah tinggi).
Erik Ten Hag memang sebelumnya tidak pernah menjadi pemain Ajax. Tetapi ia punyai “DNA Ajax”. Ia adalah “siswa” Pep Guardiola. Sama seperti yang kita mengetahui, Pep adalah pecinta Johan Cruyff. Cruyff ialah mantan pemain dan pelatih Ajax yang membuat “DNA Ajax” atau filosofi Ajax.
Keputusan management Ajax untuk melakukan investasi besar pada pembelian pemain musim ini berbuah manis. Ajax jadi lagi kesebelasan ditakutkan di Eropa. Performa mereka di Liga Champions musim ini menjadi bukti jika Ajax merupakan salah satunya kesebelasan besar di Eropa, bahkan juga dunia.
Ajax memanglah tidak punyai pemain bintang. Tetapi mereka sanggup membuat beberapa pemain bintang untuk tim-tim besar Eropa. Terima kasih untuk Erik Ten Hag, si “siswa” Pep Guardiola, yang sanggup tingkatkan tingkat permainan beberapa pemuda Ajax dalam sekejap dan menunjukkan jika Ajax sanggup berprestasi di Eropa bahkan juga dunia, walaupun tanpa piala: melalui filosofi permainan Ajax.